Senin, 29 April 2013

Mengamati dari Balik Jendela

Diposting oleh Crazier di 02.46 0 komentar


Memandang Lurus ke Luar Jendela

Aku hampir dapat mengamati seluruhnya dari balik jendela ini. Semua kegiatan yang orang lakukan aku dapat memantaunya dari sini. Bahkan aku dapat melihat burung burung terbang bebas tanpa takutnya untuk jatuh. Dengan beraninya mereka mengepakkan sayap dan terbang, tidak takut untuk terjatuh. Mereka berani mengambil resiko atas apa yang mereka lakukan. Ya asal apa yang mereka lakukan sesuai dengan takdirnya sebagai burung. Ya burung. Terbang bebas di angkasa yang merupakan kewajiban dan hak nya sebagai burung.

Entah senang sekali aku melihat burung itu.  Aku sangat senang mengamati mereka terbang, mencari makanan, walaupun resiko yang dihadapi adalah dia bisa saja dimangsa hewan lain, ya selayaknya hukum alam. Yang lemah pasti akan kalah.  Tapi mereka berani karena itu memang sudah tugasnya. Mereka harus hidup. Dan mereka juga ingin tumbuh sukses. Bukan sukses seperti kita manusia. Tetapi sukses yang nilainya sebagai burung.

Tapi dari balik jendela ini aku merasa malu. Aku bisa mengamati semua hal yang terjadi. Termasuk aktivitas manusia yang sehari hari dilakukan. Dan aku juga bisa melihat rumah dan mobil mewah disekitarnya. Ya melihatnya membuat ku ingin memilikinya. Tapi disisi lain akupun dapat melihat tukang sapu yang terjatuh entah karena kelelahan atau ia menyandung sesuatu pada saat menyapu. Dan kulihat orang itu kesakitan.

Hal itu yang membuatku bingung. Jika aku beranjak keluar dan tak lagi memandang dari jendela. Apakah yang kudapatkan. Apakah aku bisa meraih impianku. Atau aku harus menerima kesengsaraan atas tindakanku. Aku tak tahu, aku terlalu takut untuk keluar dan mecobanya.

Aku sering mendengar kata “Don’t be afraid to try something”. Tapi apakah yang mengatakan hal itu tidak memikirkan apa yang kita dapat pada saat kita melakukan “something new” apakah mereka tak takut aku berbagai resiko yang mungkin di dapat atas setiap perbuatannya?

Tapi kurasa aku menemukan jawaban dari pertanyaanku. Aku tidak akan tau kalo aku tak mencoba. Asal apa yang kita lakukan benar resiko yang di ambil pun sekalinya terjadi itu akan menjadi sebuah pembelajaran agar kita tak mengulangnya lagi. Agar kita tidak jatuh ke jurang yang sama. Dan dapat terus melangkah dengar belajar dari hal kecil yang tak bisa kita lakukan.

Kamis, 25 April 2013

Waktu Terus Berjalan

Diposting oleh Crazier di 21.34 0 komentar

Dentang jam berbunyi. Jarum jam menuju ke angka 12. Itu pertanda, sudah berjalan 1 hari setelah aku melihat jam yang sama dengan angka ya sama kemarin. Ya memang tak bisa dihindari jam akan terus berputar dan Bergerak, yang memberikan arti bahwa waktu akan terus berjalan. Walaupun jam berputar begitu lambat. Ya hanya satu detik demi satu detik tetapi tetap saja waktu berputar yang tak dirasa sudah berjalan satu hari dari waktu yang kulihat sama kemarin. Semua hal itu sesungguhnya memberi tau aku bahwa aku tak boleh mensia-siakan waktu walau satu detik. Karena setiap detik itu ada hal yang berharga. Dalam setiap detik dapat terjadi berbagai macam hal. Ya tidak akan lengkap satu menit jika satu detik saja tak berjalan.

Seperti kata pepatah “Waktu adalah Uang”. Ya hal itu memang benar waktu adalah uang. Tapi apakah benar jika yang dimaksud bahwa satiap saat waktu hanya digunakan untuk mencari uang. Ya kurasa tidak. Waktu adalah uang mungkin dimaksudkan seberapa berharganya waktu. Sehingga kita tidak boleh mensia-siakannya. Tapi mengapa nilai berharganya waktu harus di ibaratkan seperti uang?Apakah memang uang adalah hal yang paling berharga. Uang memang berharga, bahkan untuk sebagian orang uang adalah segalanya. Tapi aku berharap nilai suatu uang tidak menyebabkan seseorang memberhalakan uang dengan melakukan apa saja untuk uang.


Sebenarnya memang mudah mengatakan bahwa “janganlah mensia-siakan waktu” tapi apakah semudah itu kita melakukannya. Dalam diri kita pasti ada suatu saat kita ingin bermalas-malasan dan tidak melakukan hal apapun. Entah itu dapat didefinisikan sebagai istirahat atau tidak. Dan sekali lagi jika kita sedang direndung masalah hal yang kita lakukan bukanlah memanfaatkan waktu untuk menyelesaikannya. Tapi kita malah melakukan hal yang seharusnya tidak dilakukan. Seperti menangis. Stress dan hanya sedih menyesali dan memikirkannya. Boleh kita memikirkannya tapi seharusnya memikirkan jalan keluar. Dan jangan hanya dipikirkan tetapi juga harus dikerjakan.

Guys ini semua terinspirasi dari kisah gue sendiri. Ya gue bener bener ngerasa waktu itu sangat cepat. Dulu gue baru masuk SD. Terus mausk SMP. Eh udah Ujian Nasional aja. Dan ngerasa bentar lagi udah mau lulus. Dan itu berarti. Gue bakal pakai Putih Abu-Abu



Thanks For Reading
Special Love from Fhara 

|Kisah| Aku Menangis Untuk Adikku Enam Kali

Diposting oleh Crazier di 21.22 0 komentar


Aku masih selalu membenci diriku karena tidak memiliki cukup keberanian untuk maju mengaku. Bertahun-tahun telah lewat, tapi insiden tersebut masih kelihatan seperti baru kemarin. Aku tidak pernah akan lupa tampang adikku ketika ia melindungiku. Waktu itu, adikku berusia 8 tahun. Aku berusia 11. 


----------

Aku dilahirkan di sebuah dusun pegunungan yang sangat terpencil. Hari demi hari, orang tuaku membajak tanah kering kuning, dan punggung mereka menghadap ke langit. Aku mempunyai seorang adik, tiga tahun lebih muda dariku. 

Suatu ketika, untuk membeli sebuah sapu tangan yang mana semua gadis di sekelilingku kelihatannya membawanya, Aku mencuri lima puluh sen dari laci ayahku. Ayah segera menyadarinya. Beliau membuat adikku dan aku berlutut di depan tembok, dengan sebuah tongkat bambu di tangannya. "Siapa yang mencuri uang itu?" Beliau bertanya. Aku terpaku, terlalu takut untuk berbicara. Ayah tidak mendengar siapa pun mengaku, jadi Beliau mengatakan, "Baiklah, kalau begitu, kalian berdua layak dipukul!" Dia mengangkat tongkat bambu itu tingi-tinggi. Tiba-tiba, adikku mencengkeram tangannya dan berkata, "Ayah, aku yang melakukannya!"

Tongkat panjang itu menghantam punggung adikku bertubi-tubi. Ayah begitu marahnya sehingga ia terus menerus mencambukinya sampai Beliau kehabisan nafas. Sesudahnya, Beliau duduk di atas ranjang batu bata kami dan memarahi, "Kamu sudah belajar mencuri dari rumah sekarang, hal memalukan apa lagi yang akan kamu lakukan di masa mendatang? ... Kamu layak dipukul sampai mati! Kamu pencuri tidak tahu malu!" 

Malam itu, ibu dan aku memeluk adikku dalam pelukan kami. Tubuhnya penuh dengan luka, tetapi ia tidak menitikkan air mata setetes pun. Di pertengahan malam itu, saya tiba-tiba mulai menangis meraung-raung. Adikku menutup mulutku dengan tangan kecilnya dan berkata, "Kak, jangan menangis lagi sekarang. Semuanya sudah terjadi." 

Aku masih selalu membenci diriku karena tidak memiliki cukup keberanian untuk maju mengaku. Bertahun-tahun telah lewat, tapi insiden tersebut masih kelihatan seperti baru kemarin. Aku tidak pernah akan lupa tampang adikku ketika ia melindungiku. Waktu itu, adikku berusia 8 tahun. Aku berusia 11. 


Ketika adikku berada pada tahun terakhirnya di SMP, ia lulus untuk masuk ke SMA di pusat kabupaten. Pada saat yang sama, saya diterima untuk masuk ke sebuah universitas propinsi. Malam itu, ayah berjongkok di halaman, menghisap rokok tembakaunya, bungkus demi bungkus. Saya mendengarnya memberengut, "Kedua anak kita memberikan hasil yang begitu baik...hasil yang begitu baik..." Ibu mengusap air matanya yang mengalir dan menghela nafas, "Apa gunanya? Bagaimana mungkin kita bisa membiayai keduanya sekaligus?" 

Saat itu juga, adikku berjalan keluar ke hadapan ayah dan berkata, "Ayah, saya tidak mau melanjutkan sekolah lagi, telah cukup membaca banyak buku." Ayah mengayunkan tangannya dan memukul adikku pada wajahnya. "Mengapa kau mempunyai jiwa yang begitu keparat lemahnya? Bahkan jika berarti saya mesti mengemis di jalanan saya akan menyekolahkan kamu berdua sampai selesai!"

Dan begitu kemudian ia mengetuk setiap rumah di dusun itu untuk meminjam uang. Aku menjulurkan tanganku selembut yang aku bisa ke muka adikku yang membengkak, dan berkata, "Seorang anak laki-laki harus meneruskan sekolahnya; kalau tidak ia tidak akan pernah meninggalkan jurang kemiskinan ini." Aku, sebaliknya, telah memutuskan untuk tidak lagi meneruskan ke universitas. 

Siapa sangka keesokan harinya, sebelum subuh datang, adikku meninggalkan rumah dengan beberapa helai pakaian lusuh dan sedikit kacang yang sudah mengering. Dia menyelinap ke samping ranjangku dan meninggalkan secarik kertas di atas bantalku: "Kak, masuk ke universitas tidaklah mudah. Saya akan pergi mencari kerja dan mengirimu uang." 

Aku memegang kertas tersebut di atas tempat tidurku, dan menangis dengan air mata bercucuran sampai suaraku hilang. Tahun itu, adikku berusia 17 tahun. Aku 20.
 

Dengan uang yang ayahku pinjam dari seluruh dusun, dan uang yang adikku hasilkan dari mengangkut semen pada punggungnya di lokasi konstruksi, aku akhirnya sampai ke tahun ketiga (di universitas). Suatu hari, aku sedang belajar di kamarku, ketika teman sekamarku masuk dan memberitahukan, "Ada seorang penduduk dusun menunggumu di luar sana!" 

Rabu, 24 April 2013

Puisi | Berharganya Waktu

Diposting oleh Crazier di 22.36 0 komentar


Se-Berapa Berharganya Dirimu


Jam berdentang
Jarum jam menunjuk sebuah angka
Sebuah angka yang ia pilih
Sebuah angka yang sama
Seperti yang kemarin kuintip

Telah kusangka seperti ini
Ia selalu berputar dan tak memberiku kesempatan
Kesempatan untukku bermalasan
Ia seperti tak terima dengan apa yang kulakukan

Tapi aku sadar
Dan aku mulai tertegun dan berpikir
Mungkin ia ingin membuatku terus mengejar
Mengejar mimpi yang sudah diangan

Setiap bunyi yang keluar darinya
Adalah peringatan darinya
Bahwa waktu tidak akan menunggu kita
Waktu akan berputar dengan semestinya

Hanya kita yang bisa menentukan
Untuk apa waktu yang sudah lewat
Ia hanya hanya memberi peringatan
Agar semuanya tidak terlewatkan

Seharusnya aku menghargaimu
Bukan menyalahkanmu karena tugasmu
Yang salah hanyalah kita
Yang tak sadar akan berharganya dirimu


 Semoga kita semua selalu dapat menghargai waktu. Jika waktu terus berjalan itu berarti kita juga harus bergerak. ya bergerak menuju kesuksesan

Little Things from My Head
Fhara 
 

Everything Happy Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos

Pink Cherry